Kamis, 31 Januari 2013

Sejarah Perpustakaan




Jika kita ingat perpustakaan pasti yang ada dalam pikiran kita adalah sebuah gedung yang dipenuhi dengan rak-rak yang berisi buku. Sekilas memang benar, karena kebanyakan perpustakaan memang seperti itu. Namun akhir-akhir ini banyak perpustakaan tradisional atau manual yang sudah berkembang menjadi perpustakaan digital atau perpustakaan yang sudah terautomasi. Perpustakaan digital inilah yang dapat menjawab bahwa, perpustakaan tidak hanya berkaitan dengan gedung dan buku saja, tetapi juga dengan system penyimpanan, pemeliharaan, dan pengguna (F. Rahayuningsih, 2007).
Perkembangan perpustakaan yang dari tradisional sampai digital tersebut tidak dapat dipisahkan dari sejarah manusia. Sebelumnya manusia tidak hidup menetap melainkan berpindah-pindah atau yang biasa disebut dengan kehidupan nomaden. Manusia bertahan hidup dengan cara bergantung dengan alam. Setelah kehidupan nomaden manusia menetap dengan cara bercocok tanam atau bertani. Saat itu manusia bekomunikasi melalui tanda yg dipahatkan pada batu, pohon, papan, lempengan serta benda lainnya. Selama itu manusia berkomunikasi dengan bahasa isyarat, selanjutnya komunikasi tersebut berkembang dengan bahasa tulisan. Sampai sekarang belum diketahui secara pasti tentang kapan perpustakaan pertama kali berdiri. Hanya dapat diketahui berdasarkan bukti arkeolog bahwa perpustakaan itu berawal dari kumpulan catatan transaksi niaga. Sehingga dari hasil tersebut dimungkinkan bahwa pada awalnya perpustakaan dan arsip itu bersumber pada kegiatan yang sama, yang selanjutnya terpisah.
Tak ada perpustakaan tanpa ada masyarakat, begitulah filosofi tentang perkembangan perpustakaan. Pada masa itu manusia senantiasa berusaha untuk menemukan alat tulis yang lebih baik dari sebelumnya. Dimana sebelumnya menggunakan pahatan pada batu, pohon, lempengan, dan benda lainnya. Pada tahun 2500 SM, orang mesir berhasil menemukan bahan tulis berupa papyrus. Papyrus  merupakan tanaman sejenis rumput yang tumbuh di sepanjang sungai Nil. Papyrus tersebut dipukul-pukul sampai rata kemudian dikeringkan, setelah itu baru ditulisi dengan menggunakan pahatan atau tinta. Dari kata papyrus ini maka berkembanglah berbagai istilah seperti paper, papier, papiere, dan papiros yang berarti kertas. Penemuan kertas dari bahan papyrus ini dianggap penting, karena serat selulosanya merupakan landasan kimiawi untuk pembuatan kertas pada zaman modern. Papyrus ini digunakan hingga sekitar 700-an Masehi.
Sekitar abad pertama masehi, di cina telah ditemukan bahan mirip dengan kertas yang kita gunakan saat in. namun karena penguasa cina ketat terhadap barang atau benda yang keluar masuk cina maka penemuan kertas tersebut tidak dikenal di eropa sampai thun 1150-an. Sebelumnya eropa telah menggunakan bahan tulis yang dikenal dengan sebutan parchmen, bahan ini berasal dari kulit kambing, domba, biri-biri, sapi, dan binatang lain. Kata parchmen ini berasal dari pergamun yaitu sebuah nama kota kecil di asia, disinilah parchmen digunakan pertama kali. Selain parchmen juga terdapat bahan tulis yang disebut vellum, bahan tersebut terbuat dari kulit kambing atau sapi. Biasanya bahan ini digunakan untuk menulis dan menjilid buku.
Perkembangan perpustakaan berjalan lambat karena Pada abad ke-12 eropa barat baru mengenal kertas dan mesin cetak baru dikenal pada abad ke-15. Ketika kertas sudah dikenal, sedangkan teknik percetakan primitif, di eropa barat dikenal sejenis terbitan bernama incunabula yang berarti buku yang dicetak dengan menggunakan teknik bergerak (movable type). Kesemuanya itu merupakan bahan tulis yang bagus, kuat, tahan lama, namun untuk membuatnya memerlukan waktu yang lama, sedangkan produknya terbatas. Pengaruhnya bagi perpustakaan adalah perpustakaan terutama di eropa hanya menyimpan naskah tulisan tangan yang lazim disebut dengan manuskrip. Manuskrip ini biasanya berbentuk gulungan atau scroll. Sebelumnya sekitar abad pertama, orang eropa telah berhasil membuat buku dalam bentuk lembaran yang dijilid dan diletakkan antara dua papan kayu yang dilapisi dengan kulit binatang. Buku ini disebut codex atau codice yang berarti blog kayu dalam bahasa yunani.
Peradaban cina lebih maju dibandingkan dengan peradaban eropa. Dalam hal cetak mencetak cina telah menemukan sejenis bentuk cetakan berupa cetakan blok dan berkembang menjadi tipe cetakan gerak.  Proses tersebut baru dikenal di eropa barat sekitar tahun 1440 pada saat johann Gutenberg dari kota mainz, jerman mencetak buku dengan tipe cetak gerak. Dengan penemuan Gutenberg ini yang awalnya manuskrip ditulis tangan menjadi dapat digandakan dengan mesin cetak.
Penemuan alat cetak oleh Gutenberg ini terus dikembangkan sehingga mulai abad ke-16 percetakan buku mampu menghasilkan ratusan cetakan dalam waktu singkat. Sehingga terjadi revolusi perpustakaan, dimana dalam waktu singkat perpustakaan telah terisi dengan buku cetak. Kemudian pada 400 tahun kemudian buku digantikan dalam bentuk elektronik.
Mesin cetak yang diasosiasikan dengan bku menimbulkan dampak social yang besar. Banyak buku yang diterbitkan dengan alas an pribadi serta pertimbangan lain. Selain itu juga terdapat tujuan lain seperti dengan tujuan untuk menentang tirani dan untuk mata pencaharian. Banyak orang yang menggantungkan hidup dari hasil menulis karya seperti para sastrawan dan penulis novel. alasan lain menulis buku adalah sebagai sarana komunikasi antara pembaca dan penulis buku. Perkembangan perpustakaan ini dapat kita lihat pada masa lampau yaitu masa sumeria dan babylonia, mesir, yunani, roma, Byzantium, arab, dan renaissance.
a.       Sumeria dan babylonia
Sesuai data yang diperoleh dari hasil penggalian kerajaan sumeria menunjukkan bahwa bangsa sumeria sekitar 3000 tahun sebelum masehi telah menyalin rekening, jadwal kegiatan, serta pengetahuan yang mereka peroleh dalam bentuk lempeng tanah liat yaitu clay tablets. Tulisan yang digunakan masih berupa gambar, kemudian ke aksara sumeria. Tulisan sumeria selanjutnya diganti dengan tulisan paku atau cuneiform, disebut tulisan paku karena mirip dengan paku. Pada masa pemerintahan raja Ashurbanipal dari Assyria didirikanlah perpustakaan kerajaan di ibukota Nineveh yaitu sekitar tahun 668-626 SM. Perpustakaan berisi puluhan ribu lempeng tanah liat yang dikumpulkan dari segala penjuru kerajaan. Dalam proses mencatat koleksi digunakan system subyek dan pada tempt penyimpanannya diberi tanda pengenal.
b.      Mesir
Perkembangan peradaban mesir kuno hampir bersamaan dengan sumeria. Namun Teks tertulis yang paling awal yang ada diperpustakaan tersebut berbeda dengan tulisan sumeria. Orang mesir menggunakan tulisan yang biasa disebut dengan hieroglyph. Tujuan dari hieroglyph adalah memahatkan pesan terakhir di monument karena tulisan dimaksudkan untuk mengagngkan raja, sedangkan tulisan yang ada di tembok dan monument dimaksudkan untuk member kesan kepada dunia. Perpustakaan mesir semakin berkembang berkat ditemukannya rumput papyrus sebagai bahan tulis. Cara membuat bahan tulis dari rumput papyrus ini pertama-tama batang papyrus dipotong menjadi lembaran tipis, kemudian dibentangkan satu persatu dan tumpuk demi tumpuk. Kedua lapisan kemudian direkatkan dengan lem, selanjutnya ditekan, diratakan, dan dipukul sehingga permukaannya rata. Setelah itu bahan papyrus dapat digunakan sebagai media tulis dan biasanya menggunakan pena sapu dan tinta sebagai alat tulisnya. Pengembangan perpustakaan dimesir terjadi pada masa raja khufu, khafre, dan rameses II.
c.       Yunani
Sebelumnya orang yunani menggunakan tulisan Mycena, namun tulisan ini lenyap. Sehingga sebagai gantinya orang yunani menggunakan 22 aksara temuan orang Phoenicia. Kemudian dikembangkan lagi menjadi 26 aksara. 26 aksara inilah yang kita gunakan sampai saat ini. Sekitar abad ke-6 dan ke-7 SM Yunani mulai mengenal perpustakaan milik peisstratus dari Athena dan polyerratus dari samos. Selain itu perpustakaan juga berkembang pada abad ke-5 yaitu masa kejayaan yunani dibawah pimpinan pericles.
Semasa abad hellenisme merupakan masa perkembangan perpustakaan padasaat zaman yunani kuno, hal ini ditandai dengan penyebaran ajaran dan kebudayaan yunani. Perpustakaan utama terletak di kota Alexandria, mesir, dan kota pergamun, di asia kecil. Dikota Alexandria berdirilah sebuah museum, salah satu bagiannya yaitu perpustakaan dengan tujuan mengumpulkan teks yunani dan manuskrip segala bahasa dari seluruh penjuru. Di kota pergamun seperti halnya Alexandria berkembang menjadi pusat belajar serta kegiatan sastra, perpustakaan Alexandria merupakan perpustakaan terbesar pada zamannya. Pada abad ke-2 SM, eumenes II mendirikan sebuah perpustakaan serta mengumpulkan semua manuskrip, bahkan jika perlu membuat salinannya. Untuk menyalin manuskrip tersebut diperlukan banyak papyrus yang diimpor dari mesir. Namun karena khawatir persediaan papyrus di mesir habis serta rasa iri, akhirnya raja mesir menghentikan ekspor papyrus ke pergamun. Sehingga perpustakaan pergamun berusaha untuk mencari bahan pengganti papyrus, perpustakaan pergamun menggantikan papyrus dengan parchmen atau kulit binatang, yaitu kulit biri-biri atau anak lembu. Parchmen ini masih digunakan sampai mesin cetak ditemukan.
d.      Roma
Banyak orang roma mempelajari sastra, filsafat, dan ilmu pengetahuan yunani, bahkan bahasa yunani. Hal tersebut dimungkinkan bahwa yunani telah mempengaruhi kehidupan budaya dan intelektual roma.
Perpustakaan tersebar ke seluruh bagian kerajaan roma. Pada masa ini muncul buku baru, yang awalnya buku hanya berupa gulungan diganti dengan codex. Codex merupakan kumpulan parchmen yang diikat dan dijilid, sehingga kumpulan parchmen tersebut berbentuk menjadi buku yang dewasa ini kita kenal. Codex digunakan secara besar-besaran sekitar abad ke-4. Perpustakaan mulai mundur pada saat kerajaan roma mengalami kemunduran. Secara umum perpustakaan lenyap karena serangan dari orang barbar, dan yang tersisa hanyalah perpustakaan biara.
e.       Byzantium
Pada tahun 324 kaisar Konstantin agung menjadi raja kerajaan roma barat dan timur. Ia memilih Byzantium sebagai ibukota, yang kemudian diubah menjadi konstantinopel. Ia mendirikan perpustakaan, dimana peprustakaan ini lebih menekankan karya latin serta ditambah karya Kristen dan non-kristen. Pada waktu itu gereja merupakan pranata kerajaan yang paling penting. Karena terdapat ketentuan bahwa seorang uskup harus memiliki sebuah perpustakaan sehingga perpustakaan berkembang. Kerajaan Byzantium bertahan hingga abad ke-15. Antara pertengahan abad ke-7 hingga pertengahan abad ke-9 terjadi kontroversi mengenai ikonoklasme yaitu penggambaran yesus dan orang kudus lainnya pada benda. Akibatnya banyak biara ditutup dan hartanya disita. Sampai biarawan mengungsi ke italia. Setelah kontroversi berakhir, minat terhadap karya yunani kuno berkembang lagi. Selama 300 tahun karya yunani di salin, ditulis kembali, di beri komentar, dan dibuatkan ringkasan sastra yunani, selain itu juga dikembangkan ensiklopedia dan leksikon mengenai yunani.
f.       Arab
Pada abad ke-7 agama islam muncul, kemudian agama islam mulai menyebar ke daerah sekitar arab. Dengan cepat pasukan islam menguasai syiria, babylonia, Mesopotamia, Persia, mesir, seluruh bagian utara afrika, serta menyeberang ke spanyol. Orang arab juga berhasil dalam bidang prpustakaan dan berjasa dalam penyebaran ilmu pengetahuan dan matematika ke eropa. Pada saat konstantinopel mengalami kemandegan maka Baghdad berkembang sebagai pusat kajian karya yunani. Lmuan muslim mengkaji dan menterjemahkan karya filsafat, pengetahuan, dan kedokteran yunani ke dalam bahasa arab.
Puncak kejayaan terjemahan ini terjadi semasa pemerintahan abbasid Al-mamum yang mendirikan rumah kebijakan pada tahun 810. Rumah kebijakan ini merupakan sebuah lembaga studi yang menggabungkan unsure perpustakaan, akademi, dan biro terjemahan.
Dalam penaklukan ke timur, orang arab berhasil mengetahui cara pembuatan kertas yaitu dari bangsa cina. Pada abad ke-8 di Baghdad telah terdiri pabrik kertas. Selama hampir lima abad orang arab menguasai teknik pembuatan kertas. Karena harganya murah, banyak, serta mudah ditulis maka produksi buku melonjak dan perpustakaanpun semakin berkembang.
g.      Renaissance
Renaissance mulai pada abad ke-14 di eropa barat. secara tidak langsung renaissance tumbuh akibat pengungsian ilmuan byzantinedari konstantinopel. Mereka lari karena ancamanpasukan ottoman dari turki. Sambil mengungsi, ilmuan ini membawa juga manuskrip oenulis kuno. Ilmuan italia menyambut kedatangan ilmuan byzantine ini serta mendorong pengembangan kajian yunani dan latin. Karya ini tersebar ke eropa utara dan barat, sebagian diantaranya disimpan diperpustakaan biara maupun universitas yang mulai tumbuh.
Selanjutnya, produksi buku tersebar ke daerah lain. Hal ini tidak akan dibicarakan lebih lanjut karena penulis berpendapat hal tersebut sebaiknya dibahas dalam buku tersendiri. (Sulityo Basuki:1991).


BIBLIOGRAFI 


Rahayuningsih, F.2007.Pengelolaan Perpustakaan.yogyakarta:Graha Ilmu
Sulistyo-Basuki.1991.Pengantar Ilmu Perpustakaan.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama

semoga bermanfaat, aaamin.... :)

Sabtu, 26 Januari 2013

Resensi Buku Non Fiksi "HUKUM"



Judul                  : Biarkan Hukum Mengalir
Pengarang                   : Satjipto Raharjo
Penerbit              : PT Kompas Media Nusantara
Tempat/Thn.     : Jakarta/2008
Halaman            : x+158 hlm.

Buku yang ditulis oleh salah satu Guru Besar Universitas Diponegoro ini menjelaskan tentang cara berhukum, cara manusia berhukum, cara suatu bangsa berhukum, serta sesuatu yang belum lazim digunakan dalam tulisan mengenai hukum. Buku ini juga tidak berhenti mencurigai campur tangan manusia sebagai dinamisator hukum, baik dalam hal menciptakan dan menjalankan (Making of law), maupun mematahkan dan merobohkannya ( Breaking the law). Pembahasan yang dilakukan terhadap topik-topik dalam buku ini berangkat dari suatu filsafat tertentu, yang membiarkan hukum itu mengalir secara progresif.
Buku ini ditulis tidak disesuaikan menurut standar akademis yang ketat, seperti mencantumkan sumber buku atau artikel yang dikutip. Sehingga dalam buku ini tidak terdapat daftar pustaka, setelah penutup hanya dicantumkan indeks dan biodata penulis. Bentuk penyajian buku ini santai dan ringan, namun butuh kecermatan dalam memahami dari setiap kalimatnya. Selain itu dalam buku ini juga terdapat beberapa kata-kata yang diulang dan salah ketik. Namun, halaman depan buku ini cukup menarik yaitu dengan gambar jam yang didalamnya bertuliskan kata “Law” atau yang berarti Hukum. Bagi saya ini merupakan suatu bentuk penyimbolan bahwa ketika peradaban manusia terus berkembang maka hukum juga akan terus berkembang dan akan dikembangkan dari abad ke abad.
Buku ini ditujukan kepada para dosen, mahasiswa ilmu hukum, para pemerhati dan peneliti di bidang sosial politik, serta siapa saja yang peduli akan nilai keadilan dan kemanusiaan.
Untuk memahami lebih lanjut mengenai isi buku ini, maka akan saya coba jelaskan secara garis besar mengenai pembahasan dalam setiap bab.
a.       Bab I berjudul “Pergulatan Manusia dan Hukumnya”.
Dalam bab ini dijelaskan mengenai hakikat dari hukum, masyarakat, dan kehidupan manusia. Penulis menyebutkan bahwa kehidupan dapat berjalan tanpa hukum. Namun demikian manusialah yang menentukan ia akan berhukum. Karena hukum merupakan buatan manusia, sehingga semua masalah yang kemudian timbul dalam diri manusia pada hakikatnya merupakan ciptaan manusia atau ulah manusia itu sendiri.
Salah satu kutipan dari bab ini adalah “Hukum tidak selalu benar, ia tidak memonopoli kebenaran, Hukum bisa salah” dari kalimat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa ketidakpatuhan manusia kepada hukum itu perlu didengar dan diterima sebagai suatu usaha untuk mengoreksi adanya sesuatu yang tidak benar dalam hukum.
b.      Bab II berjudul  “Jagat Ketertiban”
Dalam bab ini penulis lebih menekankan pada perbedaan dan membandingkan hukum dengan ketertiban. Bahwa ketertiban mencakup hukum, tetapi hukum bukan satu-satunya cara atau jalan untuk menciptakan ketertiban. Maka hukum atau hukum negara merupakan salah satu dari macam tatanan  untuk menuju ketertiban.
c.       Bab III berjudul “Dinamika Diluar Hukum Negara”
Dalam bab ini penulis mencoba melihat lebih dekat dinamika diluar hukum negara sebagai bentuk pembuktian terhadap luasnya jagat ketertiban yang telah dijelaskan di bab II.
d.      Bab IV berjudul “Hukum Nasional Sebagai Beban Untuk Komunitas Lokal”
Penulis mencoba menelaah lebih jauh mengenai tatanan sosial di Indonesia yang multikultural, dengan keadaan yang demikian inilah perlu dibutuhkan kearifan dan kehati-hatian tersendiri untuk merawatnya. Apabila peringatan tersebut tidak diperhatikan, maka bagi banyak komunitas lokal, hukum nasional malah akan lebih menjadi beban dari pada menciptakan ketertiban dan kesejahteraan. Karena bagaimanapun hukum nasional itu tidak selalu dapat digabungkan dengan hukum lokal, khususnya pada masyarakat yang sederhana  atau biasa.
e.       Bab V berjudul “Cara Bangsa-bangsa Berhukum”
Penulis menjelaskan mengenai cara bangsa-bangsa berhukum. Yang mana cara bangsa berhukum itu tidak bisa dilepaskan dari akar-akar sosial dan kulturalnya, karena bagi penulis keduanya merupakan modal untuk memilih dan menjalankan cara-cara berhukum.
f.       Bab VI berjudul “Mempertanyakan Kembali Kepastian Hukum”
Dalam bab ini penulis lebih menyampaikan pada pendapatnya yang tidak bisa menerima jika kepastian hukum dijadikan sebagai ideologi dalam hukum, Kepastian hukum merupakan hasil dari hukum yang salah satunya berupa Undang-Undang. Bagi penulis hukum hanyalah salah satu komponen dari tatanan ketertiban.
g.      Bab VII berjudul “Hukum itu Manusia, Bukan mesin”
Penulis menguraikan mengenai perbedaan cara kerja manusia sebagai subjek yang menjalankan hukum dengan cara kerja mesin. Keduanya sangat berbeda, setiap perkara hukum selalu unik, oleh karena itu membutuhkan penyelesaian satu persatu. Keadaan ini sangat berbeda dengan kerja mesin yang bekerja menurut teknik dan standar. Mesin memang memiliki kemampuan istimewa, namun tidak semua urusan dapat diselesaikan dengan mesin, termasuk hukum. Karena hukum itu sarat akan peran yang dimainkan manusia,bagaimanapun manusialah yang membuat peraturan-peraturan itu.
h.      Bab VIII berjudul “ Watak Liberal Hukum Modern”
Pada bab ini penulis membandingkan hukum nasional dengan hukum yang diterapkan di negara lain seperti jepang. Bahwa membuat pilihan cara berhukum yang cocok dengan bentuk kehidupan sosial kita itu sangat pantas dilakukan. Sehingga menjadikan hukum negeri ini mengabdi dan melayani manusia dan bukan sebaliknya.
i.        Bab IX berjudul “Biasa dan Luar-Biasa Dalam Berhukum”
Penulis menggambarkan bahwa Hukum itu tidak selalu lurus-lurus saja atau biasa-biasa saja, melainkan berkelok-kelok berupa patahan-patahan dan mengakui akan kompleksitas, ketidakpastian, dan relativitas. Dari sinilah hukum akan bisa dinilai luar-biasa.
j.        Bab X berjudul “Hukum Progresif yang Membebaskan”
Inti dari hukum progresif yang dipaparkan oleh penulis sangat sederhana, bahwa hukum progresif adalah melakukan pembebasan, baik dalam cara berfikir maupun bertindak dalam hukum, sehingga mampu membiarkan hukum itu mengalir saja dalam menuntaskan tugasnya yaitu mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan.
Ketika kita membaca buku ini, mungkin akan terbesit fikiran mengapa dalam setiap akhir bab, penulis selalu menyampaikan “biarkan hukum itu mengalir dengan sendirinya”. Apabila dalam persepsi kita kata “mengalir” diumpamakan bahwa yang mengalir itu adalah air, maka kita akan berfikir bahwa air tersebut suatu ketika akan berakhir, seperti air yang dari sungai menuju ke muara. Padahal dalam kenyataannya hukum akan selalu mengalir jika masih ada kehidupan (manusia). Karena dalam buku telah disebutkan bahwa manusialah yang membuat hukum dan manusialah yang menjadi pelaku atas hukum tersebut. Namun semua pertanyaan tersebut akan terjawab apabila pembaca melihat paparan penulis dalam penutup, yaitu “hukum tidak akan berhenti mengalir selama manusia, masyarakat dan kehidupan bersama masih ada”.
Menurut saya hal diatas merupakan konsep yang cukup menarik dalam penyusunan sebuah buku. Yang mana pada setiap akhir bab penulis seakan memancing pertanyaan  kepada pembaca untuk mencari jawaban atas kemungkinan pertanyaan tersebut dan menaruh jawabannya dibagian penutup. Dengan ini maka pembaca akan membaca buku tersebut sampe tuntas, karena sesuai pengalaman ada pembaca yang enggan untuk membaca bagian penutup tersebut, karena semua jawaban yang ada difikirannya sudah terjawab dalam setiap bab.
Buku ini menggambarkan betapa berlikunya perjalanan hukum dalam mengemban fungsi untuk menata masyarakat , yang tidak lain adalah menata dan memasuki kehidupan masyarakat.

Efektifitas Temu Kembali Informasi Dengan Menggunakan Bahasa Alami Pada CD-ROM AGRIS dan CAB ABSTRACTS



 Sistem temu kembali informasi memiliki peran khusus dalam kegiatan perpustakaan. Lanaster dalam Muddamale (1998) mendefinisikan bahwa sistem temu kembali sebagai suatu proses pencarian dokumen dengan menggunakan istilah-istilah pencarian untuk mendefinisikan dokumen dengan subjek yang diinginkan. Pengukuran efektivitas suatu sistem temu kembali dapat dilakukan dengan perhitungan terhadap nilai perolehan (recall), nilai ketepatan (precision), dan jatuhan semu (fallout). (tague-sutcliffe,1992;conlon dan conlon, 1996). Namun perhitungan ketepatanlah yang paling umum digunakan (SU,1992;Tague-sutcliffe,1992).
Sistem temu kembali informasi mempunyai tiga komponen utama, yaitu:
a.      Kumpulan dokumen
b.      Kebutuhan informasi pengguna
c.       Proses pencocokan antara keduanya (Di nubila et al...,1994;chowdury,1999)
Didalam jurnal perpustakaan pertanian yang berjudul Efektifitas Temu Kembali Informasi Dengan Menggunakan Bahasa Alami Pada CD-ROM AGRIS dan CAB ABSTRACTS oleh Ratu Siti Zaenab, melakukan penelitian tentang sistem temu balik informasi terhadap pangkalan data publikasi ilmiah dalam bidang pertanian. Pangkalan data tersebut adalah International Information System For the Agricultural Sciences and Technology(AGRIS) dan Center for Agricultural and Bioscience International (CABI) Abstracts.
AGRIS merupakan suatu pangkalan data bidang pertanian yang mulai beroperasi pada tahun 1975 dibawah naungan Food and Agriculture Organization(FAO) of the United Nation. Misi utama AGRIS adalah memberikan informasi pertanian kepada negara-negara miskin dan berkembang.
Sedangkan, CAB Abstracts pangkalan data bidang pertanian yang mulai dipublikasikan pada tahun 1972. CAB Abstracts merupakan pangkalan data yang lengkap, dimana 85% dari informasi yang ada dilengkapi dengan Abstrak(Thomas,1990).
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
a.      Mengetahui efektifitas temu kembali informasi bidang ilmu perairan pada CD-ROM AGRIS dan CAB Abstracts dengan menggunakan bahsa alami.
b.      Mengetahui adakah perbedaan efektifitas sistem temu kembali informasi antara keduanya.
Menurut Rowley bahasa pengindeksan alami adalah bahasa pengindeksan yang didasarkan pada bahasa yang digunakan dalam dokumen, seperti istilah yang terdapat pada judul, abstrak, dan isi teks lainnya.
Untuk memperoleh bahasa alami dari pertanyaan pengguna yang diberikan, setiap mahasiswa sebagai pengguna/pencari informasi, diminta memberikan istilah-istilah pencrian informasi (dalam bahasa inggris) yang dapat digunakan. Istilah pencarian yang diberikan dibatasi hingga empat istilah. Untuk menggambarkan konsep pertanyaan yang diinginkan, maka istilah tersebut dipadukan dengan operator Boolean AND dan OR. Selanjutnya, pencarian informasi dilakukan pada CD-ROM AGRIS dan CAB Abstracts (1995-1998).
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sistem temu kembali informasi bidng ilmu perairan dengan menggunakan bahasa alami pada AGRIS dinilai lebih efektif, dibanding CAB Abstracts, walaupun sebagian besar dokumenyang diperoleh dari AGRIS dinilai kurang relevan. Untuk penelusuran yang bersifat umum, khususnya untuk bidang ilmu perairan, pengguna disarankan untuk menggunakan CD-ROM AGRIS. Untuk mendapatkan hasil penelusuran yang baik pada CD-ROM CAB Abstracts, pustakawan atau pencari informasi dapat menggunakan bahasa terkendali dan bahasa alami disertai strategi penelusuran yang tepat.

Bibliografi : Ratu Siti Zaenab. (2002).  Efektifitas Temu Kembali Informasi  Dengan Menggunakan Bahasa Alami Pada CD-ROM AGRIS dan CAB ABSTRACTS.
Jurnal Perpustakaan Pertanian, II (2).